Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dengan luas wilayah 8.651,20 Km2, dan menjadi salah satu pintu gerbang Indonesia. Di sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur berdekatan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Jawa Barat, sebelah selatan menghadap Samudera Indonesai, dan di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda.
Selat Sunda merupakan salah satu jalur pelayaran internasional yang dapat dilalui kapal-kapal besar dan menghubungkan antara Australia dan New Zealand dengan Thailand, Malaysia, Singapura serta beberapa negara lain di kawasan Asia. Banten menjadi penghubung lalu lintas perekonomian antara Pulau Jawa dan Sumatera. Dari 200 juta lebih penduduk Indonesia mayoritas terkonsentrasi di kedua pulau tersebut (Pulau Jawa 120 juta jiwa dan Sumatera 40 juta jiwa).
Jarak Pusat Pemerintahan Banten, Serang dengan Ibu Kota Negara, Jakarta sekitar 70 km yang dihubungkan oleh jalur lalu lintas bebas hambatan Jakarta - Merak. Mayoritas penduduk propinsi Banten memiliki semangat religius keislaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi. Sebagian besar anggota masyarakatnya memeluk agama Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Diseluruh wilayah Banten terdapat 22.691 buah Masjid, 42 Gereja Protestan, 26 Gereja Katolik, delapan buah Pura dan 40 buah Vihara, menggambarkan kehidupan keagamaan yang harmonis. Berbagai potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, yang sebelumnya kurang teraktualisasikan, kini dapat tampil lebih leluasa dan atraktif. Para ulama, jawara, seniman dan budayawan makin eksis mengaktualisasikan diri untuk bersama-sama membangun Banten dan masa depan.
Aneka ekspresi kebudayaan dan kesenian tradisional khas Banten pun berkembang. Di antaranya seni bela diri Pencak Silat, Debus, Rudad, Ubruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Patingtung dan Lojor.
Sekilas Banten
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa.
Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk. Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun 1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten.
Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama. Sejak itu dimulailah pemerintahan kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan Muhammad Rafi'uddin (1813 - 1820) merupakan sultan ke-20 setelah sultan dan rakyat masa sebelumnya berperang melawan penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Bantten terus berlanjut hingga detik terakhir kaki penjajah berada di bumi Banten.
Setelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisir.
Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB). Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten.
Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
Sumber: DETIK FORUM (dari buku: Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Provinsi Banten 1953 – 2000)
Selat Sunda merupakan salah satu jalur pelayaran internasional yang dapat dilalui kapal-kapal besar dan menghubungkan antara Australia dan New Zealand dengan Thailand, Malaysia, Singapura serta beberapa negara lain di kawasan Asia. Banten menjadi penghubung lalu lintas perekonomian antara Pulau Jawa dan Sumatera. Dari 200 juta lebih penduduk Indonesia mayoritas terkonsentrasi di kedua pulau tersebut (Pulau Jawa 120 juta jiwa dan Sumatera 40 juta jiwa).
Jarak Pusat Pemerintahan Banten, Serang dengan Ibu Kota Negara, Jakarta sekitar 70 km yang dihubungkan oleh jalur lalu lintas bebas hambatan Jakarta - Merak. Mayoritas penduduk propinsi Banten memiliki semangat religius keislaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi. Sebagian besar anggota masyarakatnya memeluk agama Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Diseluruh wilayah Banten terdapat 22.691 buah Masjid, 42 Gereja Protestan, 26 Gereja Katolik, delapan buah Pura dan 40 buah Vihara, menggambarkan kehidupan keagamaan yang harmonis. Berbagai potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, yang sebelumnya kurang teraktualisasikan, kini dapat tampil lebih leluasa dan atraktif. Para ulama, jawara, seniman dan budayawan makin eksis mengaktualisasikan diri untuk bersama-sama membangun Banten dan masa depan.
Aneka ekspresi kebudayaan dan kesenian tradisional khas Banten pun berkembang. Di antaranya seni bela diri Pencak Silat, Debus, Rudad, Ubruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Patingtung dan Lojor.
Sekilas Banten
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa.
Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk. Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun 1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten.
Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama. Sejak itu dimulailah pemerintahan kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan Muhammad Rafi'uddin (1813 - 1820) merupakan sultan ke-20 setelah sultan dan rakyat masa sebelumnya berperang melawan penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Bantten terus berlanjut hingga detik terakhir kaki penjajah berada di bumi Banten.
Setelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisir.
Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB). Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten.
Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
Sumber: DETIK FORUM (dari buku: Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Provinsi Banten 1953 – 2000)